Memaknai Ulang Rantau

Karatau madang di hulu, babuah babungo balun. Ka rantau bujang dahulu, di kampuang paguono balun. Demikian masyarakat Minangkabau mendalil pentingnya kegiatan merantau, baik itu untuk keuntungan diri sendiri maupun kaum. Merantau atau aktivitas bermigrasi dalam waktu yang tidak ditentukan untuk kembali pada suatu hari ia dibutuhkan, telah dilakukan sejak waktu yang sangat lama oleh masyarakat Minangkabau. Tidak hanya oleh masyarakat Minangkabau, banyak masyarakat dunia juga melalukan hal serupa. Menariknya, di Minangkabau, di negeri matrilineal ini, aktivitas itu dilakukan cukup intens dan menjadi bagian dari proses hidup yang harus dijalani. Jauh sebelum kedatangan Islam, apalagi Eropa, telah diriwayatkan bahwa orang Minangkabau tersebar di berbagai tempat di dunia. Di masa-masa awal, banyak yang mamparkan motif marantau hanya sebuah perjalanan sementara untuk menimba ilmu. Apakah sesederhana itu? Satu menjadi raja di Manggarai, Flores. Di Makasar, Kutai, dan Palu, diriwayatkan bahwa Islam pertama kali dibawa oleh orang Minangkabau. Di tanah Malaka, dengan hubungan dagang yang intens dan kepercayaan raja lokal, berdiri pula Negeri Sembilan di tanah yang berlaku pula hukum dan adat perantauan masyaakat Minangkabau. Continue reading Memaknai Ulang Rantau

Editorial Kumpulan Tulisan AKUMASSA Solok

Catatan tentang AKUMASSA Solok (Bagian 5)

Sebagaimana yang selalu dilakukan oleh para partisipan di setiap lokakarya AKUMASSA, memproduksi tulisan menjadi kegiatan yang paling utama. Para partisipan lokakarya didorong untuk dapat menuangkan pemikiran maupun cerita berdasarkan pengalamannya sebagai warga lokal, untuk melakukan refleksi terhadap lingkungan mereka. Biasanya, tulisan-tulisan tersebut dikumpulkan dan dikemas dalam bentuk katalog sederhana, dengan pengantar editorial yang berhubungan dengan isu-isu yang dibingkai selama lokakarya berlangsung.
Sampul katalog kumpulan tulisan “Di Rantau Awak Se”. (Foto: Gelar Soemantri; Desain Sampul: Manshur Zikri).
Sampul katalog kumpulan tulisan “Di Rantau Awak Se”. (Foto: Gelar Soemantri; Desain Sampul: Manshur Zikri).

Salah satu output dari kegiatan lokakarya literasi media AKUMASSA yang diselenggarakan oleh Komunitas Gubuak Kopi dan Forum Lenteng, adalah kumpulan tulisan para partisipan dengan tajuk umum, “Di Rantau Awak Se”. Tajuk ini merupakan hasil pembacaan para partisipan tentang “rantau” dalam konteks masyarakat di Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok. Continue reading Editorial Kumpulan Tulisan AKUMASSA Solok

Bingkaian-bingkaian Isu di AKUMASSA Solok

Catatan tentang AKUMASSA Solok (Bagian 4)

Program AKUMASSA Solok dilaksanakan oleh Forum Lenteng dan Komunitas Gubuak Kopi dalam kemasan yang berbeda. Jika kegiatan lokakarya AKUMASSA biasanya berlangsung selama satu bulan penuh, pada lokakarya kali ini, kegiatan hanya berlangsung selama dua minggu. Karenanya, penerapan lokakarya AKUMASSA mengalami modifikasi yang menyesuaikan situasi dan kondisi di Kelurahan Kampung Jawa dan Komunitas Gubuak Kopi, tetapi tetap mengacu kepada prinsip-prinsip dasar AKUMASSA yang telah dikembangkan oleh Forum Lenteng sejak tahun 2008.

Peta Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok, yang dibuat oleh partisipan AKUMASSA Solok. (Foto: Manshur Zikri).

Continue reading Bingkaian-bingkaian Isu di AKUMASSA Solok

Partisipan AKUMASSA Solok

Catatan Tentang AKUMASSA Solok (Bagian 3)

Lokakarya literasi media yang diselenggarakan oleh Forum Lenteng, bekerja sama dengan Komunitas Gubuak Kopi, dalam Program AKUMASSA, melibatkan secara khusus anggota Komunitas Gubuak Kopi, dan secara umum warga masyarakat setempat yang ada di Kelurahan Kampung Jawa, Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok. Lokakarya ini difasilitasi oleh pegiat media dari Forum Lenteng.

Continue reading Partisipan AKUMASSA Solok

Perkenalan dengan Komunitas Gubuak Kopi

Catatan tentang AKUMASSA Solok (Bagian 2)

Perkenalan saya dengan Komunitas Gubuak Kopi bermula dari pengalaman pertama saya mengetahui Albert—nama lengkapnya Albert Rahman Putra, Ketua komunitas tesebut—lewat tulisan. Waktu itu, di tahun 2012, di website AKUMASSA dimuat sebuah artikel yang ditulis oleh Albert, mengenai fenomena perpustakaan keliling di Solok. Di dalam tulisan itu Albert mengabarkan bahwa, di Taman Kota, ada sebuah inisiatif yang membuka perpustakaan keliling setiap hari Selasa dan Jumat, pukul 15:00. Para inisiator menjadikan mobil mereka sebagai perpustakaan, dan orang-orang boleh membaca di lokasi tersebut, bahkan meminjam bukunya.

Markas Komunitas Gubuak Kopi di Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok. (Foto: Manshur Zikri).

Albert berbagi pengalaman tentang kesulitannya mendaftar untuk menjadi anggota perpustakaan keliling itu karena ia adalah warga Kabupaten Solok, sedangkan pihak perpustakaan hanya menerima anggota baru yang merupakan warga Kota Solok demi menghindari risiko kehilangan buku. Albert juga menyebut bahwa saat itu ia menemukan buku berjudul Lubang Hitam Kebudayaan (2002) karya Hikmat Budiman di perpustakaan tersebut. Menariknya, tulisannya yang terbit di website AKUMASSA mendapat respon dari Hikmat Budiman. Sosiolog yang terkenal dengan proyek-proyek penelitian mengenai kota-kota di berbagai pulau di Indonesia itu mengapresiasi tulisan Albert dan aktivitas pemberdayaan media yang dilakukan oleh AKUMASSA. Berhubung saya mengidolakan Hikmat Budiman, dan ia memuji tulisan Albert, maka sejak itulah saya terus memantau karya tulis Albert. Kami pun semakin sering berinteraksi di media sosial, terutama Facebook, karena Albert selalu berbagi kabar tentang aktivitasnya di Solok bersama Komunitas Gubuak Kopi. Continue reading Perkenalan dengan Komunitas Gubuak Kopi

Bermula dari Cerita Kubuang Tigo Baleh

Catatan tentang AKUMASSA Solok (Bagian 1)

Ini adalah catatan yang mengingat kembali kegiatan lokakarya AKUMASSA di Kota Solok, Sumatera Barat, 26 Februari – 11 Maret 2017. Catatan ini dibuat di Jakarta, dua setengah minggu setelah lokakarya tersebut selesai dilaksanakan. Dalam tradisi yang dikembangkan oleh AKUMASSA sejak tahun 2008, pemaparan tentang agenda lokakarya AKUMASSA biasanya diterbitkan beberapa hari sebelum lokakarya dimulai, berangkat dari cerita tentang kota yang menjadi lokasi penyelenggaraannya (dengan parafrasa yang disusun sendiri oleh para fasilitator lokakarya berdasarkan pelbagai sumber), baru setelahnya menyusul tentang komunitas yang menjadi subjek utamanya. Karena tulisan ini dibuat belakangan, pemaparan yang akan diberikan agaknya akan sedikit berbeda daripada yang sudah-sudah. Continue reading Bermula dari Cerita Kubuang Tigo Baleh

Workshop Komik: Penciptaan Karakter Lokal

Kamis, 16 maret 2017 lalu, telah dibukan kegiatan Workshop Komik: Pencipataan Karakter Lokal Hotel Grand Zuri, Padang. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Barat, dalam rangka meningkatkan kemampuan pelaku ekonomi kreatif Sumatera Barat dalam hal menciptakan karakter komik. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari terhitung tanggal 16-18 Maret 2017. Workshop ini diikuti 50 orang perwakilan yang berasal dari kelompok/komunitas dan mahasiswa dari setiap daerah di Sumatera Barat, yang aktif dalam bidang komik dan desain di Sumatera Barat. Setidaknya para peserta diseleksi, setidaknya dianggap memiliki kemampuan dasar menggambar yang baik dan  memiliki pemahaman dasar estetika visual yang baik. Continue reading Workshop Komik: Penciptaan Karakter Lokal

Presentasi Publik & Open Studio “Di Rantau Awak Se”

Sabtu, 11 Maret 2017, telah berlangsung pameran “Di Rantau Awak Se” di Galeri Gubuak Kopi, di Kelurahan Kampung Jawa, Kota Solok. Pameran ini disajikan dalam bentuk presentasi publik dan open studio. Menampilkan (proses) berkarya partisipan dalam membingkai narasi-narasi yang ada di Kota Solok. Proyek seni ini direalisasikan atas kolaborasi Komunitas Gubuak Kopi bersama Forum Lenteng, Jakarta melalui program pemberdayaan media berbasis komunitas akumassa. Dalam proyek ini terlibat 8 orang partisipan yang terdiri dari Albert Rahman Putra, Delva Rahman, Maria Silalahi, Muhammad Risky, Raenaldy Andrean, Tiara Sasmita, Volta Ahmad Jonneva, dan Zekalver Muharam, serta tiga orang fasilitator, Manshur Zikri, Muhammad Fauzan Chaniago, dan Soemantri Gelar. Continue reading Presentasi Publik & Open Studio “Di Rantau Awak Se”

Video Performance Bersama Oliver Husain

Pada Senin, 13 Maret 2017 lalu, Komunitas Gubuak Kopi menggelar workshop Video Performance bersama Oliver Husain, seorang pembuat filem, seniman video, dan performer asal Kanada, yang fokus pada gagasan-gagasan sinematik dalam karyanya. Workshop ini, dimulai pukul 11.00 WIB, di Galeri Gubuak Kopi dan diikuti oleh 11 orang partisipan. Para partisipan sebelumnya diajak untuk menonton dan berdiskusi dari beberapa karya Oliver Husain sebagai rujukan gagasan berkaryanya. Kemudian, Oliver dan para partisipan berdiskusi untuk menentukan praktek video performance yang akan dilakukan sore itu. Oliver dan para partisipan akhirnya memutuskan untuk memproduksi karya video-performance.

Sebelumnya, Oliver menekankan, bahwa dalam produksi ini, hasil video tidak menjadi soal utama, melainkan yang penting untuk disorot dalam kegiatan ini adalah bagaimana proses ini berjalan. Para partisipan diajak untuk berdiri melingkar, menghadap ke pusat lingkaran, kemudian merekam ke arah sentral lingkaran menggunakan kamera ponsel masing-masing peserta. Para peserta dipandu oleh Delva Rahman, menggerakan kamera, seperti mengangkat, menggeser ke samping, bawah, dan maju ke depan, dengan sorotan kamera tetap tertuju pada sentral lingkaran. Kegiatan performatif ini kurang lebih satu menit dilakukan di beberapa tempat, seperti di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kota Solok, Taman Bidadari Kota Solok, Cafe Van Geluk Pandan, dan Taman Syech Kukut Kota Solok.


Di Rantau Awak Se

Pengantar Kuratorial:

Pameran dan Open Studio bertajuk “Di Rantau Awak Se” merupakan bagian dari kegiatan lokakarya yang dilaksanakan oleh Komunitas Gubuak Kopi dan Forum Lenteng, lewat Program Pemberdayaan dan Pendidikan Media Berbasis Komunitas, AKUMASSA, sejak tanggal 6 hingga 10 Maret 2017.

Kegiatan lokakarya tersebut mendorong kawan-kawan komunitas untuk membaca kota Solok, khususnya daerah Kampung Jawa tempat beradanya Komunitas Gubuak Kopi, sebagai sebuah lokasi yang kita tinggali bersama, melalui sudut pandang warga masyarakat lokal. Pembacaan ini dilakukan dengan menerapkan pendekatan jurnalisme warga dan praktik media alternatif, dengan memberdayakan teknologi telepon genggam dan kamera sederhana, untuk merekam apa-apa saja yang ada di Kampung Jawa. Aksi perekaman ini menjadi salah satu cara untuk mengarsipkan kota, dalam rangka memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan secara luas.

Materi-materi dalam pameran dan open studio ini dihadirkan sebagai sebuah sketsa atas pembacaan tersebut. Seluruh partisipan lokakarya mendokumentasikan peristiwa dan narasi-narasi yang tersebar di Kota Solok, lalu mengemasnya ke dalam berbagai medium, seperti teks, fotografi, gambar, dan video.

Materi-materi yang dipamerkan ini bukanlah hasil akhir, melainkan masih menjadi bagian dari proses lokakarya. Menarik untuk merefleksi apa yang telah dilakukan oleh para partisipan lokakarya sebagai suatu awal baru untuk mendefinisikan Kota Solok sebagai kota yang sadar akan budaya dan peka terhadap potensi media sebagai alat yang dapat membantu aksi-aksi pemberdayaan masyarakat.***

 

© Photo: Courtesy of Hafiz Rancajale (2017)